Dua guru, Dasrul dan Hanna Novita Purnama mencari keadilan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Sebab keduanya merasa dikriminalisasi saat menjalankan profesinya: dianiaya siswa/orang tua siswa. Saat hendak melawan, si guru terpasung UU Perlindungan Anak.
Dasrul merupakan guru SMK 2 Makassar yang menegur anak didiknya karena tak mengerjakan PR. Siswa itu kemudian mengadu ke orang tuanya dan si ayah mendatangi sekolah dan memukuli Dasrul.
Bagaimana dengan Hanna? Guru konseling di SMA Pusaka I Duren Sawit, Jakarta Timur, ditonjok muridnya sendiri pada 27 Oktober 2016. Pangkalnya, si siswa tidak terima ditegur saat tertidur saat mengikuti pelajaran.
Dalam kasus sejenis di atas, para guru itu kerap dikriminalisasi dan dipolisikan. Selidik punya selidik, si guru terpasung oleh UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Dalam Pasal 9 ayat 1a UU Perlindungan Anak, disebutkan:
Setiap anak berhak mendapatkan perlindungan di satuan pendidikan dari kejahatan seksual dan kekerasan yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama perserta didik dan/atau pihak lain.
Gara-gara pasal di atas, guru tidak bisa profesional saat mendidik siswanya, termasuk saat memberikan pendisiplinan siswa.
“Pasal itu telah mengakibatkan posisi guru sulit untuk menjadi independen akibat tekanan dari berbagai pihak. Salah satunya terkait penegakan disiplin dengan cara memberikan punishman menjadi tidak wajar dilakukan saat ini dengan alasan melanggar hak asasi manusia. UU Perlindungan Anak seringkali dijadikan alasan untuk menghalangi guru yang berupaya mendidik siswa dengan metode pemberian hukuman,” ujar tim kuasa hukum keduanya, M Asrun yang dikutip detikcom dari website Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (23/5/2017).
Atas kasus yang dialaminya, Dasrul dan Hanna meminta MK memberikan tafsir atas UU Perlindungan Anak tersebut. Sehingga UU Perlindungan Anak tidak bebas ditafsirkan, termasuk mengkriminalkan guru yang sedang menjalankan tugasnya.
“Tidak mencakup tindakan guru dan tenaga kependidikan yang sungguh-sungguh memberikan sanksi dan atau hukuman yang bersifat mendidik untuk tujuan pembinaan atau tindakan mendisiplinkan peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru dan peraturan perundangan,” papar Asrun dalam permohonannya.
Sidang tersebut masih berlangsung di MK dengan menghadirkan para saksi dan ahli.
Sumber: detik.com