Bukannya berterimakasih karena anaknya didisiplinkan, orang tua siswa malah kerap menghajar si guru. Tak sedikit nasib guru harus berakhir di jeruji besi. Merasa dizalimi hukum, para guru menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).
“Kasus-kasus yang terjadi karena salah persepsi, salah komunikasi antara orang tua dengan pendidik, seharusnya selesai di sekolah, tidak perlu dibawa ke ranah pengadilan. Ada mekanisme Dewan Kehormatan Guru. Ini adalah perintah undang-undang. Sehingga saya berpendapat karena dampak proses guru berhubungan dengan aparat penegak hukum, itu luar biasa keresahannya,” kata ahli pendidikan Sudharto sebagaimana dikutip dari website MK, Selasa (23/5/2017).
Sudharto menyatakan keahliannya itu di sidang MK yang digelar Senin (22/5) kemarin. Sidang itu atas permohonan guru SMK 2 Makassar Dasrul dan guru konseling di SMA Pusaka I Duren Sawit, Jakarta Timur, Hanna Novita Purnama. Keduanya merasa dikriminalisasi saat menjalankan profesinya yaitu dianiaya siswa/orang tua siswa. Tapi dua guru itu malah dijerat dengan UU Perlindungan Anak.
Padahal, dalam mendidik, guru sudah selayaknya menggunakan berbagai sarana, termasuk pendisiplinan siswa yang dinilai keluar dari etika.
“Di dunia pendidikan ini, ada yang namanya alat pendidikan. Alat pendidikan itu bisa berarti larangan, bisa berarti nasihat, bisa ini alat-alat yang tidak kasat mata, tapi bisa juga ganjaran dan sanksi,” ujar Sudharto.
Pendekatan lama yang sering dikenal dengan pendekatan ketegasan, diberikan dengan cara pertama yaitu menunjukkan wajah yang tidak menyenangkan.
“Jadi ketika norma interaksi edukatif dilanggar, diberi peringatan, diberi bujukan, diberi masukan, anak masih tetap saja melanggar, akhirnya keluarlah sikap- sikap yang barangkali dinilai sebagai sebuah tindakan kekerasan,” papar Sudharto.
Definisi kekerasan itu tertulis dalam UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
“Membentak sekarang sudah mulai dihindari oleh guru sekalipun sebenarnya bisa merugikan peserta didik. Sebab bagaimanapun, karakter peserta didik yang satu dengan yang lain berbeda. Ada peserta didik yang sekali lihat saja sudah tidak tidak melakukan hal-hal yang negatif itu, tetapi banyak juga yang sebaliknya,” kata Sudharto menerangkan.
Menurut Sudharto, semua proses yang terjadi di sekolah itulah yang membuat siswa menjadi dewasa. Termasuk tindakan disiplin yang dikategorikan UU Perlindungan Anak sebagai kekerasan.
“Tentu, semua orang tua menghendaki anaknya menjadi lebih baik dari karier orang tuanya. Tetapi, akhir-akhir ini oleh karena paradigma baru di dunia pendidikan, tentang pendidikan berbasis hak asasi manusia, kemudian pendidikan ramah anak, dan sebagainya. Akhirnya kondisi ini oleh orang tua kebanyakan hanya dilihat atas informasi anaknya yang kadang-kadang tidak objektif dan kemudian menganggap bahwa guru telah melakukan tindak kekerasan terhadap peserta didik anaknya,” papar Sudharto.
Di kesempatan yang sama, ahli Prof Dr Wasir Talib menilai ada perbenturan UU Guru dan Dosen dengan UU Perlindungan Anak. Pasal 14 UU Guru dan Dosen menyatakan:
Dalam melaksanakan tugas, guru berhak memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan kelulusan penghargaan dan/atau sanksi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan dalam Pasal 9 ayat 1a UU Perlindungan Anak, disebutkan:
Setiap anak berhak mendapatkan perlindungan di satuan pendidikan dari kejahatan seksual dan kekerasan yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama perserta didik dan/atau pihak lain.
“Undang-Undang Perlindungan Anak pada dasarnya bertujuan baik, yaitu untuk melindungi anak dari tindakan kekerasan, kesewenang-wenangan. Walaupun demikian, Undang-Undang Perlindungan Anak jangan sampai menyandera guru dalam mendidik anak didiknya, karena itu berikanlah kembali otonomi mendidik kepada guru. Saya yakin bahwa setiap guru memiliki harapan agar setiap anak didiknya menjadi anak yang cerdas, terampil, dan memiliki budi pekerti,” kata Wasir yang juga guru besar Universitas Negeri Makassar itu.
Sumber: detik.com