Devy Christa : Mamaku Bukan Bandar Narkoba Tetapi Dijebak

Devy Christi (foto : fadli)
Devy Christa (foto : fadli)

Mamanya bernama Merry Utami, sedangkan putrinya bernama Devi Christa. Sang Mama yang kini berusia 44 tahun itu, adalah terpidana mati narkoba. Ia ditangkap di Bandara Soekarno Hatta, tahun 2001. Ketika itu, sang putri masih kecil maka ia sudah lupa tanggal penangkapan mamanya. Ketika itu ia baru berumur 9 tahun.

“Saat itu, saya masih kelas III SD. Sedangkan sekarang, saya  sudah mempunyai dua anak. Tetapi saya meninggalkan anak saya untuk berjuang agar mama saya bebas dari eksekusi hukuman mati,” ungkap Devy Christa di Kantor KWI Jakarta Jumat 30 September 2016.

Kepada Uskup Keuskupan Agung Jakarta, Mgr  Ignatius Suharyo, Devy mengucapkan terimakasih karena diberi kesempatan untuk mensharingkan nasib buruk yang sedang dialami oleh mamanya.

Sehingga kepada para romo, suster, tokoh-tokoh umat dan semua peserta seminar, Devi menceritakan bahwa mamanya ditipu, dijebak untuk sebuah konstruksi bahwa mamanya  membawa barang bukti narkoba, begitu banyak. “Hal itu dilakukan sehingga mama bisa dihukum mati,” ujar Devy.

“Padahal mama saya hanya buruh migran. Mama saya bukan bandar narkoba. Ia hanya diminta oleh Jerry untuk membawa titipan tas,” cerita Devi. Semakin menjadi buram pengharapan Devy, sebab ketika beranjak dewasa, ia tidak memahami sesungguhnya hukuman mati, walaupun mamanya divonis hukuman mati.

“Saya hanya tahu hukuman mati itu, di tayangan film. Saya pun bertanya, masa sih mama saya seperti di film,” imbuh anak kedua dari terpidana mati Merry Utami ini.

Kesedihan Devy makin menguati beberapa bulan lalu, tepatnya 24 Juli 2016, mamanya dijemput dari Lapas Tangerang untuk diantar ke Nusa Kambangan.

Bahkan ketika mau menjenguk mamanya ia mengalami dirinya dikerjain. “Saya disuruh untuk buka celana dan baju untuk permeriksaan di Nusa Kembangan. Saya juga tidak boleh bawa lawyer,” ucap Devy dengan mata berkaca-kaca.

Saat ini, mamanya di ruangan isolasi, tetapi kesedihannya sedikit terobati ketika mulai berjumpa dengan Romo dari Gereja Katolik.  “Kesedihan dan kebingunganku sedikit terobati ketika bertemu dengan Romo Bimo yang menjadi pembimbing spiritual di tahanan itu,” jelas Devy.

Devy Christi bersama Pater Kieser dan suster-suster usai seminar. Foto di monitor panggung adalah Merry Utami
Devy Christa bersama Pater Kieser
dan suster-suster usai seminar.
Foto di monitor panggung adalah Merry Utami

Mulai saat itu, Devy mulai membangun komunikasi dengan pihak gereja katolik, dalam hal ini Komisi Keadilan dan Perdamaian KWI.

Dan siang tadi, Devy didaulat sebagai narasumber dalam seminar bertemakan “Hukuman Mati di Negeri Pancasila” yang diadakan Komisi Keadilan dan Perdamaian (KKP) KWI bersama Komunitas Pro-Kehidupan di Kantor KWI Jakarta.

Menanggapi sharing Devy, tim hukum dari KKP KWI, Azas Tigor Nainggolan SH menyebut bahwa berkaitan dengan kasus narkoba, para terpidana kerap hanya menjadi korban. “Terpidana mati narkoba adalah pihak-pihak yang dikorbankan oleh sebuah setting-an. Semuanya sudah dikonstruksikan,” tegas Tigor. (fadli)

Sumber: jurnaltimur.com